tirto.id - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Robikin Emhas khawatir, warga Nahdliyin tidak akan merasa punya tanggung jawab moral untuk memenangkan salah satu pasangan calon, jika calon wakil presiden yang dipilih bukan berasal dari Nahdlatul Ulama.
"Kalau [cawapres] tidak kader NU, khawatir warga Nahdiyin tidak merasa memiliki tanggung jawab moral untuk cancut taliwondo [bekerja sama] itu saja intinya," kata Robikin di kantor PBNU, Jakarta Pusat (08/08/2018) malam.
Lebih lanjut, Robikin menyangkal Mahfud MD adalah tokoh NU yang dihendaki NU. "Itu sudah dibicarakan beberapa kali, tidak termasuk yang disebut," katanya.
Meski begitu, Robikin menyerahkan kembali keputusan mengenai calon wakil presiden ke masing-masing calon presiden. Menurutnya itu murni adalah kewenangan capres.
Sebelumnya, sekitar 50 ulama Nahdlatul Ulama (NU) menyepakati Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, sebagai cawapres Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019.
Kesepakatan tersebut dibuat usai pertemuan para kiai NU pada Sabtu (4/8/2018) malam di Gedung PBNU, Jakarta.
Pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu dimulai pukul 20.30 WIB dan dihadiri oleh para kiai dari seluruh Indonesia. Pertemuan berlangsung tertutup dan awak media baru bisa masuk sekitar 21.50 WIB.
Usai pertemuan, Ketua PBNU Said Aqil langsung keluar didampingi Ketua PBNU Robikin Emhas tanpa berbicara banyak dengan awak media.
"Ada jubirnya sendiri. Ada Kiai Anwar Iskandar. Teman-teman media di dalam," kata Said Aqil seraya langsung meninggalkan ruang rapat dengan tergesa-gesa.
Di dalam ruang rapat, Sekjen PBNU Helmy Faishal dan sejumlah kiai pun menyampaikan hasil rapat. Mereka menyatakan tetap mendukung Muhaimin sebagai cawapres Presiden Jokowi.
"Kiai sepakat untuk mendukung pencalonan Cak Imin sebagai cawapres bersama Pak Jokowi dan kita mohonkan dan kita laporkan ke PBNU aspirasi ini untuk selanjutnya nanti bagaimana di musyawarahkan PBNU untuk menjadi bagian aspirasi warga NU," kata Kiai Anwar Iskandar.
Anwar mengaku, mereka akan segera bermusyawarah apabila Jokowi menolak Cak Imin sebagai cawapres dan menentukan langkah baru usai keputusan Jokowi. Ia menyebut pemimpin nasionalis-religius harus tetap ada di Indonesia.
"Jelas narasinya adalah Indonesia mesti dijaga bersama antara kekuatan nasionalis dan religius. Dan kita-kita ini adalah kekuatan religius yang menyangga bersama terhadap keutuhan Negara Republik Indonesia bersama kaum nasionalis," kata Anwar.
Kiai Anwar menilai, wacana nasionalis-religius penting dilakukan untuk mencegah ideologi lain masuk ke Indonesia. Ia yakin semua pihak sudah membaca ada ancaman kepada Indonesia, baik secara radikal, agama maupun liberalisme.
"Tentu kiai-kiai tidak tinggal diam kalau udah bicara keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas Anwar.
Sementara itu, Sekjen PBNU Helmy Faishal menilai pertemuan antara ulama dengan pengurus PBNU sebagai langkah politik NU untuk mengakomodir suara para kiai NU se-Nusantara.
"Ini bukan lembaga bukan organisasi. Tapi orang-orang yang kebetulan menjadi warga NU dan ini orang-orang memiliki yang hak politiknya dilindungi oleh Undang-Undang," kata Helmy.
Helmy menyebut, suara para ulama sebagai suara bulat ulama NU untuk Muhaimin sebagai cawapres Jokowi. Setelah mendengar aspirasi ulama NU, Kiai Said Aqil akan langsung menyampaikan kepada Jokowi pada waktu yang tepat.
Namun, ia mengaku tak tahu ketika ditanya soal a[akah pertemuan kiai sebagai dorongan Muhaimin tetap dipilih ini lantaran Jokowi sudah memilih cawapres.
"Wah enggak tahu. Jangan tanya saya," kata Helmy.
Sebelumnya, terkait pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden di Pilpres 2019, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maruf Amin membantah bahwa Nahdlatul Ulama telah mengancam Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Apalagi mengancam presiden. Kok ancam-mengancam?” kata Kiai Maruf usai salat magrib di Lantai 4, Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (8/8/2018) malam, seperti dikutip NU Online.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menegaskan, NU tidak pernah mengancam pihak manapun secara politik, termasuk pula kepada Jokowi.
Ia mengatakan, hubungannya dengan Jokowi saat ini sangat baik. Apabila ada informasi yang mengatakan sebaliknya, kata dia, maka hal itu tidak benar.
“Jokowi bagus komunikasinya dengan saya. Itu pelintiran. Enggak ada ancam-mengancam,” kata Kiai Maruf.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yandri Daniel Damaledo